15 November 2016

Dilema Mahasiswa Pertanian

November 15, 2016 7 Comments

A : "Mbak jurusannya apa?" bertanya dengan antusias.

B : "Agribisnis" jawabnya singkat.

A : Pasang muka bengong.

B : "Pertanian!" tegasnya

A : "Oh ..." mulutnya membulat. Terlihat kecewa.

B : Mulai bete.

A : "Ngapain mbak kuliah di pertanian? Emang entar kerjanya jadi apa? Mau jadi petani aja kok pake kuliah segala?"

B : "Siapa bilang? Orang jadi dokter kok?" dengan wajah yakin.

A : Lagi-lagi bengong.

B : "Dokter spesialis analisis bidang pertanian!"

A : " Edeh ... sok idealis deh mbak. Bilang aja entar paling maunya kerja di tempat yang ber-AC. Ngapain sih kuliah di pertanian? Madesu itu!" komentarnya dengan nada meremehkan.

B : "Ya, terserah Anda lah,"

Percakapan berakhir.



Ada yang pernah mengalami percakapan serupa dengan yang diatas?

Hmm ... Anda mahasiswa pertanian ya?

Ya, walaupun percapakan diatas memang sedikit didramatisir tapi nyatanya hampir setiap mahasiswa yang kuliah di fakultas pertanian mungkin pernah mendapatkan komentar semacam itu.

Termasuk saya. Iya saya! Karena saya kuliah di pertanian.

Seringkali yang bertanya suka menunjukkan sikap 'meremehkan' saat mengetahui jurusan kuliah mahasiswa pertanian. Apalagi ditambah berasal dari kampus bukan favorit. Makin underestimate lah pandangan orang-orang.

Kesannya pekerjaan sebagai petani dan orang-orang yang berkecimpung di bidang pertanian adalah orang-orang yang ada di kasta paling terendah dalam lingkungan sosial.

Sedih ... ? Iya, pasti! Karena harga diri cukup terluka karena merasa dipandang sebelah mata. Kemudian mulai berpikir apa saya sudah salah jurusan ya?

Apakah menjadi mahasiswa pertanian seburuk itu?

Apakah menjadi mahasiswa pertanian adalah sebuah dosa?

Aduh kenapa jadi mulai sentimentil ini ... sabar sabar. Gak semua orang kok bersikap begitu ... mungkin hanya orang-orang yang pemikirannya terlalu pragmatis dan sempit saja yang bisa tega berkata seperti itu.

Anggap saja mungkin selama ini dia gak makan nasi dari beras. Tapi mungkin dia makan nasi dari beras plastik.

Mungkin saja dia lupa kalau makanan yang dimakannya adalah berasal dari hasil kerja keras para petani dengan penuh kurasan keringat.

Mungkin dia berpikir nasi yang dia makan adalah hasil cetakan printer. Serta lauk-pauk dan sayur mayur yang dimakannya hanya perlu didownload lewat internet.

Sehingga dengan enteng dan tanpa rasa dosa bisa meremehkan serta mematahkan semangat para mahasiswa pertanian. Dan tentunya menganggap rendah profesi seorang petani.

"Wiiihhh luar biasa!" mungkin komentar ini adalah sekedar angan-angan saja saat orang mengetahui mahasiswa yang ditanyanya adalah mahasiswa dari fakultas pertanian. Yah ... sebenarnya paling banter sih orang-orang yang nanya cuma bakalan merespon dengan seruan "oh...". Yang membedakan mah cuma panjang pendeknya aja. Ada yang "oh" aja, ada juga yang "oooooohhhhh" gitu.

Padahal bisa jadi diantara para mahasiswa pertanian itu, ada mereka yang memang benar-benar memiliki niat yang tulus untuk memajukan pembangunan pertanian di Indonesia. Apakah ini tidak terdengar semulia profesi seorang dokter?

Oke, faktanya memang banyak mahasiswa pertanian yang mengaku salah jurusan atau itu adalah pilihan terakhir daripada enggak kuliah sama sekali. Tapi tidak sedikit juga kok yang benar-benar punya cita-cita mulia untuk memajukan pembangunan pertanian di Indonesia, atau setidaknya untuk melanjutkan perjuangan orang tua yang berprofesi sebagai petani agar bisa mengelola usaha taninya menjadi lebih produktif. Entah itu dengan menjadi penyuluh pertanian, peneliti, dosen, PNS di sektor pertanian, wiraswasta, praktisi dan profesi lain yang berada dalam lingkaran serupa.

Ya, mungkin memang benar fakta bahwa banyak lulusan dari fakultas pertanian ketika lulus akhirnya malah bekerja di tempat-tempat yang tidak sesuai dengan bidang keilmuannya. Tapi pada kenyataannya banyak lulusan selain pertanian pun yang melakukan hal yang sama, kan?

Source : dokumen pribadi

Saya sendiri jujur sama sekali gak pernah kepikiran akan kuliah di pertanian. Saya sendiri sebelum akhirnya memutuskan untuk kuliah di pertanian selalu berpikir kalau pertanian itu hanya identik dengan kemiskinan, desa, lumpur, kerbau, cangkul, traktor, topi caping, gubuk, orang-orangan sawah, kaos kampanye partai, gadis kembang desa dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan sawah dan perkebunan. Dimana tidak mempunyai daya tarik sama sekali di mata saya pribadi. 'Kapan kayanya?' *astaghfirullah #istighfar

Sebelumnya saya sama sekali tak punya ketertarikan yang begitu besar untuk kuliah di pertanian. Menurut saya kalau pun saya harus kuliah, pertanian mungkin akan menjadi pilihan saya yang paling terakhir. Jadi saya tidak memiliki prioritas dan minat sama sekali di bidang pertanian (awalnya).

Kalau tanya kenapa saya kok akhirnya malah jadi kuliah di pertanian, jawabannya ... jujur saya gak bisa jawab dengan naif soal motivasi awal saya kuliah di pertanian (contohnya: mensejahterakan para petani-petani wong cilik--which is sangat mulia sekali tentunya).

Jadi cerita mulanya, sekitar tahun 2012-2013, saat kepala saya sudah mumet dan njelimet banget mengerjakan soal-soal latihan try out dan sebangsanya karena berada pada kelas akhir SMA, capek dengan rutinitas pulang sekolah harus pergi lagi les di sekolah+di GO, pulangnya masih harus belajar dan ngerjain PR, ditambah lagi kegiatan organisasi di Rohis sekolah meskipun sudah menjelang demisioner. Nah disaat-saat itulah saya menemukan sosok luar biasa menurut saya yang pada akhirnya memotivasi saya untuk menentukan jurusan kuliah saya di pertanian.

Orang itu adalah bapak tua yang suka memakai celana pendek.

Ya, benar itu adalah Pak Bob Sadino (Alm). Pemilik Kem Chicks, Kem Foods dan juga Kem Farms.

Jadi waktu itu saya pernah secara gak sengaja menonton acara semacam interview dengan pak Bob di TV. Dan mendadak saya pengen jadi seperti beliau. Dimana pak Bob ini dikenal sebagai pengusaha yang sangat sukses di bidang agribisnis dan bahkan juga menjadi seorang motivator. Pak Bob juga dikenal benar-benar berjuang dari nol, dimana dulu beliau mulai mengawali bisnisnya ternyata lewat kegiatan beternak ayam yang sebenarnya dilakukan karena beliau bosan jadi orang kaya (pak Bob ini kerjaannya bagus di Australia sebelumnya dan gajinya sangat besar, keluarganya pun juga orang mampu semua). Kemuadian ilham untuk berwirausaha pun jadi muncul, sehingga pak Bob kemudian mulai menjual secara langsung telur-telur yang dihasilkan dari ternaknya sendiri. Dan itu buat saya benar-benar terkesan dan pengen banget jadi seperti beliau. Kaya raya! Gagal jadi orang miskin deh *LOL

Banyak pengusaha lain yang juga berjuang dari nol kemudian sukses. Entah di bidang apapun itu. Tapi kenapa saya malah ingin ikuti jejak pak Bob Sadino, ya?

Jujur ketika lihat profil dan bisnis agro pak Bob, mata saya mulai terbuka lebar dan melihat betapa tingginya prospek peluang di bidang agribisnis. Yang mana merupakan bisnis yang gak mungkin redup ditelan tren dan mode. Bahkan kalaupun krisis global sedang terjadi. Dan kalian pasti tahu sendiri jawabannya kenapa, kan?

Ditambah saya mulai sadar bahwa bisnis pertanian itu really looks so pretty cool! Why? Sebab bisnis ini jelas jauh lebih ramah terhadap ekosistem ketimbang bisnis lainnya. Bahkan cenderung memberikan dampak positif terhadap konservasi vegetatif dan keanekaragaman hayati. Pokoknya keren banget lah kalau bisa punya lahan yang dimanfaatkan untuk bisnis pertanian, apapun itu! Apalagi kalau bisnisnya tanaman hias!

Lalu saya mulai berpikir bahwa jawaban untuk dapat membantu saya mencapai semua itu salah satunya ya adalah dengan kuliah di agribisnis!
Meskipun pak Bob sendiri sebenarnya tidak menempuh pendidikan tinggi di bidang pertanian. But why not? Siapa tahu bisa jadi expert of agribusiness, right?

Akhirnya di waktu-waktu terakhir menjelang input data SNMPTN 2013, setelah saya pikir dengan penuh pertimbangan. Saya pun akhirnya memutuskan mengambil jurusan Agribisnis sebagai pilihan pertama dan Agroekoteknologi sebagai pilihan kedua di kampus yang terletak di kota saya tinggal. Sementara di kampus pilihan kedua, pilihan pertama saya tetap pilih jurusan Agrobisnis dan kedua perikanan.

Beneran deh saat itu saya sendiri heran dengan pilihan-pilihan saya. Padahal real-nya saya gak ada basic sama sekali di empat pilihan saya itu. Memang selain pak Bob, ada faktor-faktor lain dalam membuat keputusan pilihan kuliah saya. Faktor lainnya adalah saya rasa nilai saya tidak cukup bagus untuk kemungkinan bisa menembus passing grade jurusan-jurusan lain yang lebih prestise. Dan saya tipe orang yang idealis tapi realistis, sehingga saya yakin kalau saya pilih jurusan ini pasti saya lolos. Dan Alhamdulillah memang beneran lolos langsung di pilihan pertama!

Antara bersyukur, senang dan sedih juga sih sebenarnya awalnya. Apalagi orang tua saya mungkin mengharapkan saya masuk jurusan seperti bisnis atau mungkin dokter (aduh mak, pak tak sanggup saya kalau itu). Walaupun toh yang saya pilih juga ada bisnis-bisnisnya kan.

Tapi karena orang tua saya cukup demokratis (meskipun tetap ada memberikan sugesti untuk saya dalam menentukan jurusan kuliah), jadi saya diberikan kebebasan sepenuhnya untuk menentukan pilihan sendiri. Jadilah saya memilih jalan tak terduga ini. Kuliah di jurusan agribisnis.

Saya punya ketertarikan memang dari kecil tentang dunia bisnis, karena mungkin orang tua saya yang sejak saya masih bayi sudah mulai berbisnis kecil-kecilan hingga sekarang pun masih berbisnis untuk membiayai kuliah saya. Makanya pas ditanya cita-cita saya apa pas masih kecil, saya dengan polosnya malah jawab jualan baju di pasar. Dan pas agak gedean lagi jawabnya punya restoran. Sementara kan mestinya saya jawab jadi insinyur, pilot atau dokter gitu ... 😅

Setelah menjalani perkuliahan di agribisnis rasanya tidak begitu buruk juga. Ilmu yang saya dapatkan pada akhirnya banyak yang berkaitan dengan bisnis khususnya di bidang komoditi pertanian. Dan menurut saya jalan ini lebih praktis ketimbang kuliah di jurusan bisnis. Dimana pembelajaran bisnis langsung memusatkan tujuan pada komoditi pertanian sebagai objek bisnisnya. Benar-benar sesuai ekspektasi dan tujuan saya lah pokoknya.

Yah, jadi begitulah cerita saya yang tidak penting. Tentang perjalanan saya hingga akhirnya kuliah di pertanian. Dan kemudian harus menemukan komentar-komentar seperti yang saya tulis diawal.


***


Sebenarnya saya ingin menulis tentang ini salah satunya didorong oleh rasa gemas saya terhadap thread di kaskus yang membahas kurang lebih tentang jurusan-jurusan yang tamatannya gak jelas gitu. Dan pertanian masuk dalam list bersama jurusan sastra, filsafat dan sebagainya. WHAT!

Siapa pun mahasiswa atau bahkan alumni yang masuk dalam list jelas sewot dong ya! Termasuk saya. Ergh ... memangnya sukses harus melulu karena kuliah di fakultas-fakultas yang suka jadi rebutan calon mahasiswa atau dianggap prospek bagus aja? Itu namanya bias, bro.

Intinya semua orang yang akhirnya masuk di jurusan-jurusan pertanian atau jurusan lain yang dianggap madesu itu tidak semestinya dipandang sebelah mata. Bagaimana pun mereka juga telah melalui struggle untuk masuk atau tetap bertahan didalamnya. Masa depan yang suram atau tidak pada akhirnya yang menentukan adalah seberapa besar usahanya untuk dapat memanfaatkan ilmunya untuk mencapai apa yang diinginkannya.

Semuanya benar-benar tergantung pada individu masing-masing. Lagipula kesuksesan itu mempunyai indikator yang sangat relatif. Dimana pandangan setiap orang terhadap bentuk kesuksesan tidaklah sama satu sama lain. Sehingga ketika ada yang menjudge bahwa ini atau itu adalah jurusan yang tidak punya prospek, madesu dan sebagainya adalah salah besar.

Karena itu artinya dia menggunakan pengukurannya secara subjektif dan menggunakan penilaiannya sendiri. Jika sukses itu diartikan sebagai 'dapat kerjaan di kantor pemerintah' tentulah tidak akan relatif jika disandingkan dengan pandangan bahwa sukses itu bisa 'berwirausaha secara mandiri'.

Jadi ayo yang suka judge ini itu. Mulailah hentikan kebiasaan itu sekarang juga. Karena apa yang Anda pikirkan, selain bisa menyakiti perasaan orang lain juga bisa jadi belum tentu benar. Lagipula siapa sih manusia yang bisa mengetahui yang akan terjadi di masa depan?



Epilog


"Wah pake epilog segala ... kayak novel aja lagi sudah ..ga jelas deh"

Jadi dulu Presiden Ir. Soekarno pernah berpidato, tepatnya saat meletakan batu pertama di Fakultas Pertanian Universitas Indonesia (UI) yang kini telah menjadi Institut Pertanian Bogor (IPB). Yang intinya mengatakan bahwa, soal pangan adalah soal hidup matinya bangsa!

Tidakkah ini sudah cukup untuk menjadi pelecut semangat kita sebagai mahasiswa pertanian?

Bayangkan itu teman-teman! Soal hidup dan mati! Oke ini kita bicara konteksnya secara horizontal loh ya antara pangan dan manusia, bukan vertikal. Kalau secara vertikal mah sudah jelas semuanya ada di tangan Allah SWT, hidup dan mati kita.

Kalau mau flashback kembali sejarah di masa-masa itu. Di tahun-tahun awal kemerdekaan, tiga tahun setelah kolonial Belanda menyerahkan kedaulatan pada Indonesia. Perlu diketahui bahwa Indonesia mengalami krisis yang namanya PANGAN!

Produksi beras di Indonesia yang tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan, sehingga harus mengimpor dari luar mengakibatkan devisa negara jadi banyak tergerus. Hingga harga beras menjadi naik berkali-kali lipat.

Sementara itu terjadi, kelaparan telah melanda masyarakat Indonesia!

Presiden sadar bahwa terus menggantung perut rakyat Indonesia pada kebijakan impor beras tidaklah sesuai dengan prinsip berdikari yang dicita-citakan Indonesia setelah meraih kemerdekaan. Harapan presiden adalah Indonesia bisa mengalihkan devisa negara terhadap pembelian beras impor untuk melakukan pembangunan pertanian.

Pada jaman itu, Bung Karno banyak berharap akan ada banyak insinyur-insinyur di bidang pertanian yang memiliki spesialisasi khusus. Dengan begitu Indonesia dapat melakukan pembangunan pertaniannya dan bisa terwujudlah yang namanya swasembada pangan.

Nah, presiden pertama kita saja mempunyai harapan besar akan adanya insyinyur-insinyur pertanian. Masa kita malu jadi sarjana-sarjana pertanian kan?

Yuk, mulai sekarang yang sedang menjalani studi sebagai mahasiswa pertanian. Baik yang masih berapi-api (baca : maba) atau yang udah ngerasa terlalu tua berada di kampus. Atau malah yang baru mau berencana kuliah di pertanian habis lulus SMA.

Mulailah merasa bangga jadi bagian dari orang-orang yang sedang atau akan mempelajari pertanian. Karena dengan kontribusi sekecil apapun kita pada sektor pertanian, artinya kita sudah ikut melakukan dan mendukung pembangunan pertanian di negeri kita tercinta.

Oh ya, kalau bisa. Kalau sudah memilih jalan ini dengan sungguh-sungguh, jangan sampai daftarin namanya ke pendaftaran seleksi alam di dunia kampus, ya. You know what i mean? 😁 haha


Oke, see you in my next post! ✌